Sampling Plan
Suatu cara penentuan apakah suatu bahan pangan tersebut layak/aman dikonsumsi atau tidak yang dilihat dari sudut pandang mikrobiologi telah diperkenalkan oleh ICMSF (International Commission on Microbiological Spesifications for Foods) pada tahun 1962. Hal ini dapat membantu menjaga kualitas pangan dan mengendalikan penyakit yang berasal dari bahan pangan. Perencanaan ini disebut dengan sampling plan. Secara singkat menurut Jay (2000) sampling plan adalah suatu pernyataan berdasarkan persyaratan/kriteria secara mikrobiologi untuk menentukan derajat penerimaan keamanan pangan berdasarkan jumlah sampel yang sesuai dan dengan metode yang spesifik (hal. 415). Sedikit berbeda, BPOM (2016) menjelaskan bahwa sampling plan adalah adalah rencana penarikan jumlah sampel, batas mikrob, unit analisis, dan jumlah sampel yang diperbolehkan melewati batas mikrob untuk menentukan keberterimaan suatu produk pangan (hal. 4).
Untuk menyederhanakan pengertian diatas maka dapat digambarkan pada kasus berikut. Dalam produksi daging ayam untuk dipasarkan, tentunya terdapat pertanyaan apakah daging ayam hasil produksi perusahaan A cukup aman dikonsumsi atau tidak? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, harus membutuhkan suatu ambang batas dimana dapat ditentukan kesimpulan yang jelas antara aman atau tidak aman dikonsumsi. Kemudian dapat muncul pertanyaan lanjutan, antara lain: Berapa banyak jumlah mikrob yang diizinkan ada dalam ayam tersebut dan masih tetap aman dikonsumsi?. Jika akan diuji maka seberapa banyakkah jumlah ayam yang harus diambil?. Uji apakah yang paling mencerminkan jumlah mikroorganisme yang ada?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab jika diterapkan sampling plan dalam pengujian mikrobiologi daging ayam ini sehingga didapatkan kesimpulan bahwa semua daging ayam produksi perusahaan A layak atau aman dikonsumsi atau tidak.
Dalam pelaksanaannya, sampling plan membutuhkan suatu kriteria mikrobiologi. Kriteria mikrobiologi (microbiological criteria) adalah suatu batas persyaratan yang dapat menunjukkan keberterimaan suatu batch berdasarkan jumlah mikroorganisme jenis tertentu dari suatu jenis bahan pangan tertentu. Sedangkan BPOM (2016) menjelaskan bahwa kriteria mikrobiologi adalah ukuran manajemen risiko yang menunjukkan keberterimaan suatu pangan atau kinerja proses atau sistem keamanan pangan yang merupakan hasil dari pengambilan sampel dan pengujian mikrob, toksin atau metabolitnya atau penanda yang berhubungan dengan patogenisitas atau sifat lainnya pada titik tertentu dalam suatu rantai pangan (hal. 4) Kriteria mikrobiologi mencakup:
- Jumlah unit sampel yang diuji (misalnya 5 sampel, 10 sampel dll.);
- Jenis mikroorganisme yang diuji (misalnya Enterobacter, Coliform dll.);
- Batas jumlah bakteri uji yang dapat diterima (misalnya 105 CFU/mL);
- Jenis bahan pangan yang diuji (misalnya daging mentah, kacang-kacangan, air dll.);
- Metode yang dipakai (misalnya TPC, MPN dll.);
- Rencana kelas (class plan) yang dipilih (2 class plan dan 3 class plan).
Dalam sampling plan terdapat dua jenis cara penentuan derajat penerimaan yang disebut dengan class plan yaitu two class plan dan three class plan.
1. Two class plan
Two class plan; yaitu suatu sampling plan untuk menentukan apakah sampel tertentu memenuhi kriteria mikrobiologi atau tidak. Hasil akhirnya adalah sampel dapat diterima / layak dikonsumsi atau tidak dapat diterima / tidak layak dikonsumsi.
Two class plan ini nilainya tergantung kepada :
n = jumlah unit sampel minimal yang disyaratkan
c = jumlah maksimal uji tiap unit yang hasilnya melebihi kriteria
m = jumlah maksimal kelompok mikroorganisme terkait yang diuji (CFU/mL atau CFU/g)
interpretasinya adalah:
- jika hasil uji dari n sebanyak lebih dari c yang melebihi nilai m maka tidak dapat diterima/tidak aman
- jika hasil uji dari n sebanyak (maksimal) c atau kurang dari c yang melebihi nilai m maka dapat diterima/aman.
Two class plan ini umumnya dipakai pada penentuan pengujian patogen berbahaya seperti Salmonella. Umumnya pada pegujian ini nilai m adalah nol pada suatu ukuran sampel tertentu, misalnya 25 g. Dengan demikian maka keberadaan patogen dalam sampel dapat diartikan sebagai <1 CFU/25g. Cara ini lebih mirip dengan pengujian prescence–absence.
Contoh a: untuk bahan susu cair maupun bubuk pada pengujian Salmonella memiliki n = 5, c = 0 dan m = 0 CFU/g. Parameter tersebut mengartikan bahwa untuk pengujian Salmonella pada susu jumlah minimal unit sampel yang diuji adalah 5, dari ke 5 sampel tersebut setelah diuji tidak boleh satu pun positif Salmonella, dan batas maksimal jumlah bakteri Salmonella pada sampel harus 0 atau <1 CFU/g. jika ada satu sampel positif Salmonella maka secara keseluruhan ditolak atau tidak aman.
Gambar 1. Bagan contoh batas penentuan diterima atau ditolaknya sampel dari two class sampling plan. Diambil dari dokumentasi pribadi.
Grafik 1. Distribusi frekuensi (log-normal) yang menggambarkan kumpulan data dari two-class sampling plan. Proportion devective adalah bagian diluar batas m yang menyebabkan kesimpulan tidak dapat diterima. Diadaptasi dari “Microbiological Sampling Plan – Statistical Aspect”, oleh Dahms, S., 2004, hal. 36.
Gambar 2. Contoh lembar kerja perhitungan two class plan untuk contoh a. Terdapat hasil positif pada sampel ke-4 sehingga batch sampel tidak dapat diterima. Diambil dari dokumentasi pribadi.
2. Three class plan
Three class plan; merupakan suatu cara yang berfungsi untuk menentukan suatu sampel memenuhi kriteria mikrobiologi atau tidak. Hasil akhirnya adalah sampel memuaskan, memenuhi kriteria (dapat diterima) atau tidak memenuhi kriteria (tidak dapat diterima). Selain n, c dan m, three class plan ini juga dipengaruhi oleh variabel M. M adalah jumlah maksimum jenis mikroorganisme yang diuji (CFU/mL atau CFU/g) yang diperbolehkan untuk keamanan pangan (jumlah maskimal yang digunakan untuk membagi batas diterima dan ditolak). 3 class plan ini umumnya diterapkan untuk jenis mikroorganisme indikator yang tidak berbahaya atau patogen seperti uji TPC, Coliform dll.
interpretasinya adalah:
- Jika maksimal hasil uji sebanyak c dari sejumlah n melebihi nilai m tapi tidak melebihi nilai M, sedangkan sampel lainnya tidak melebihi nilai m maka dapat diterima atau aman.
- Jika hasil pengujian semua unit (n) sampel nilainya lebih rendah dari M maka cukup memuaskan dan masih masuk kisaran aman.
- Jika ≥1 unit sampel hasil uji dari n melebihi nilai M maka tidak dapat diterima atau tidak aman.
Contoh b : untuk bahan pangan daging mentah pada pengujian TPC memiliki n = 5, c = 3, m = 105 CFU/g, dan M = 106 CFU/g. Parameter tersebut mengartikan bahwa untuk pengujian TPC pada daging mentah jumlah minimal unit sampel yang diuji adalah 5. Jika dari ke 5 sampel tersebut setelah diuji maksimal sebanyak 3 unit sampel menghasilkan angka TPC lebih dari 105 CFU/g tetapi kurang dari 106 CFU/g maka diartikan dapat diterima. Jika dari semua 5 sampel tersebut setelah diuji dihasilkan angka TPC kurang dari 106 CFU/g maka diartikan masih dalam kisaran aman dan cukup memuaskan. Jika hanya satu atau lebih dari satu dari ke 5 sampel tersebut setelah diuji menghasilkan angka TPC lebih dari 106 CFU/g maka diartikan tidak dapat diterima atau tidak aman
Gambar 3. Bagan permisalan batas penentuan kesimpulan three class sampling plan.Diambil dari dokumentasi pribadi.
Grafik 2. Distribusi frekuensi (log-normal) yang menggambarkan kumpulan data dari three-class sampling plan. Diadaptasi dari “Microbiological Sampling Plan – Statistical Aspect”, oleh Dahms, S., 2004, Mitt. Lebensm. Hyg. 95, hal. 37.
Gambar 4. Contoh lembar kerja perhitungan three class plan untuk contoh b. Terdapat 3 sampel yang melebihi m sehingga batch sampel masih dapat diterima. Diambil dari dokumentasi pribadi.
Untuk meningkatkan kualitas pangan maka dapat memperbesar n, memperkecil c dan mengurangi m. Namun semua parameter diatas nilainya telah dibakukan oleh ICMSF untuk setiap jenis bahan pangan. Nilai n, m, c dan M untuk setiap jenis bahan pangan dapat dilihat selengkapnya pada buku Microorganism in Foods 2 Sampling for Microbiological Analysis: Principles and Spesific Application, edisi ke-2 yang dapat diunduh secara gratis.
Saat ini SNI juga telah mengeluarkan peraturan batas cemaran mikroorganisme yang menggunakan sampling plan ini sebagai persyaratannya yang tertera dalam peraturan kepala BPOM No. 16 tahun 2016. Sebelumnya batas cemaran mkrob dalam peraturan kepala BPOM No HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 atau SNI 7388: 2009 tidak mencantumkan persyaratan sampling plan seperti n, c dan M.
Salah satu contoh tabel sampling plan yang diambil untuk daging mentah (raw meat) dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan contoh tabel sampling plan dari PERKA POM No. 16 tahun 2016 untuk kategori pangan yang sama dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Contoh tabel sampling plan dari ICMSF dengan cakupan sampel daging mentah. Diadaptasi dari “Microorganism in Foods 2 Sampling for Microbiological Analysis: Principles and Spesific Application”, oleh ICMSF, 1986, hal. 133.
Produk | Uji | Case | Plan class | n | c | CFU/g(cm2) | |
m | M | ||||||
Daging karkas, sebelum didinginkan | APC | 1 | 3 | 5 | 3 | 105 | 106 |
Daging karkas, setelah didinginkan | APC | 1 | 3 | 5 | 3 | 106 | 107 |
Daging organ dalam, dingin | APC | 1 | 3 | 5 | 3 | 106 | 107 |
Daging karkas, beku | APC | 1 | 3 | 5 | 3 | 5×105 | 107 |
Daging tanpa tulang, beku (sapi, lembu, babi, domba) | APC | 1 | 3 | 5 | 3 | 5×105 | 107 |
Daging yang dihancurkan, beku | APC | 1 | 3 | 5 | 3 | 106 | 107 |
Daging organ dalam, beku | APC | 1 | 3 | 5 | 3 | 5×105 | 107 |
Tabel 2. Contoh tabel sampling plan dari PERKA POM No. 16 tahun 2016 dengan cakupan sampel daging dan produk olahan daging. Diadaptasi dari “Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 16 Tahun 2016”, oleh BPOM, hal. 31.
Kategori pangan | Jenis mikrob | n | c | m | M | Metode | |
08.0 | Daging dan produk daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan | ||||||
08.2.1.1 | Produk Olahan Daging, Daging Unggas dan Daging Hewan Buruan dalam Bentuk Utuh atau Potongan Yang Dicuring (Termasuk Penggaraman) Tanpa Perlakuan Panas | Escherichia coli | 5 | 2 | 10 koloni/g | 102 koloni/g | ISO 16649- 2:2001 |
Staphylococcus aureus | 5 | 1 | 2,5×102 koloni/g | 104 koloni/g | SNI ISO 6888- 1:2012; SNI 2897:2008 | ||
Salmonella | 5 | 0 | Negatif /25g | NA | ISO 6579:2002; SNI 2897:2008 | ||
08.2.1.2 | Produk Daging, Daging Unggas Dan Daging Hewan Buruan Dalam Bentuk Utuh Atau Potongan Yang Dikuring (Termasuk Penggaraman) dan Dikeringkan Tanpa Perlakuan Panas | Escherichia coli | 5 | 2 | 10 koloni/g | 102 koloni/g | ISO 16649- 2:2001 |
Staphylococcus aureus | 5 | 1 | 102 koloni/g | 104 koloni/g | SNI ISO 6888- 1:2012; SNI 2897:2008 | ||
Clostridium perfringens | 5 | 1 | 102 koloni/g | 104 koloni/g | SNI ISO 7937:2012 | ||
Salmonella | 5 | 0 | Negatif /25g | NA | ISO 6579:2002; SNI 2897:2008 | ||
dst. |
Indra Pradhika, 2018.
Referensi
Dahms, S., (2004). Microbiological sampling plan – statistical aspect. Mitt. lebensm. hyg. 95, 32-44. Diperoleh dari: http://www.icmsf.org/pdf/032-044_Dahms.pdf
International Commission on Microbiological Spessifications for Foods. (1986). Microorganism in foods 2 sampling for microbiological analysis: Principles and spesific application (Edisi ke-2). ICMSF: Blackwell Scientific Publications. Diperoleh dari: www.icmsf.org/pdf/icmsf2.pdf
Jay, M. J. (2000). Modern food microbiology (Edisi ke-6). Gaithersburg: An Aspen Publication.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 16 Tahun 2016. (2016). Diperoleh dari: http://jdih.pom.go.id/