Spread Plate dan Pour Plate

Spread plate dan pour plate adalah cara yang wajib diketahui oleh seseorang yang berkecimpung dalam mikrobiologi karena dari teknik awal inilah dilakukan perhitungan mikroorganisme pada teknik plate count.

Plate count atau hitungan cawan dalam mikrobilogi adalah suatu teknik enumerasi mikroorganisme yang ditanam pada suatu media pertumbuhan padat. Penanaman ini adalah bertujuan memisahkan setiap sel atau kumpulan sel pembentuk koloni (growth unit) untuk tetap pada tempatnya sehingga memungkinkan untuk dihitung perkiraan jumlah mikroorganisme per satuan sampel atau perlakuan lainnya. Untuk memenuhi tujuan tersebut dibutuhkan beberapa teknik khusus penanaman mikroorganisme. Penguncian sel dengan volume tertentu pada media padat umumnya dicapai melalui dua cara yaitu menempatkannya pada permukaan atau menenggelamkannya pada media padat. Agen pemadat yang sulit dicerna seperti agar memungkinkan metode ini dilakukan sehingga sel bakteri motil pun akan tetap tumbuh menjadi koloni yang terpisah. Menurut Pirt (1966) laju pertumbuhan koloni bakteri umumnya dalam 12 jam pertama akan menunjukkan pertumbuhan dengan kecepatan konstan kemudian dengan waktu yang diperpanjang maka laju tersebut secara bertahap akan menurun (hal. 181).

Pirt (1966) juga menjelaskan bahwa jika inokulum terdiri dari satu atau beberapa sel mikroorgansime dan menerima sumber nutrisi diatas batas nilai minimum tumbuhnya maka akan tumbuh dengan laju eksponensial. Koloni ini akan bertumbuh ke semua arah diatas permukaan agar dengan kecepatan sama sehingga membentuk koloni yang bulat. Pengurangan nutrisi dibawah koloni secara bertahap juga akan terjadi. Seiring membesarnya diameter koloni maka semakin berkurangnya pasokan nutrisi di tengah koloni dan mengakibatkan tidak adanya pertumbuhan di daerah tersebut. Pertumbuhan hanya terjadi di pinggir koloni yang masih memiliki pasokan nutrisi dari media (hal. 184).

Gambar 1. Penampang melintang model koloni pada saat pertumbuhan awal eksponensial (a) dan pembesaran diameter dngan laju pertumbuhan konstan (b). Daerah Δa dengan lebar w adalah daerah pertumbuhan di tepi koloni. Diadaptasi dari “A kinetic study of the mode of growth of surface”, oleh Pirt, 1966, hal. 184.

Permasalahan umum metode hitungan cawan adalah tidak semua mikroorganisme dapat ditumbuhkan (culturable) pada media. Bahkan sebagian besar mikroorganisme yang terdeteksi melalui teknik DNA adalah jenis yang tidak dapat ditumbuhkan secara konvensional. Selain itu, mikroorganisme jenis tertentu yang diinginkan untuk dihitung terkadang memiliki persyaratan tumbuh yang cukup sulit sehingga memerlukan media yang lebih spesifik. Hal ini belum termasuk masalah recovery mikroorganisme yang terluka ataupun kelimpahannya dalam sampel. Oleh karena itu, jarang ditemui metode perhitungan Salmonella menggunakan teknik ini. Keberagaman jenis bakteri juga menjadi kendala tersendiri karena tidak semua jenis memiliki kecepatan tumbuh dan diameter koloni yang sama.

ISO 7218 (2007) menyebutkan bahwa penanaman minimal untuk satu kali uji plate count adalah satu cawan dari satu tingkat pengenceran yang diambil dari dua pengenceran berurutan yang paling sesuai. Hal ini berlaku jika pengujian berada pada sistem pengujian yang baik yaitu memakai berbagai jaminan kualitas seperti terkalibrasinya alat, kultur referensi, kontrol sterilitas dll. Jika pengujian tidak memakai jaminan kualitas maka sebaiknya ditanam dua cawan untuk satu tingkat pengenceran (hal. 35).

1. Cawan sebar atau spread plate

1.1. Prinsip dan prosedur spread plate

Prinsip teknik spread plate adalah menumbuhkan mikroorganisme dari suatu larutan ke permukaan media padat menggunakan spreading-spatula, L-rod atau drigalsky spatula (selanjutnya alat-alat ini disebut spreader). Koloni diharapkan akan tumbuh di permukaan agar dengan menggunakan nutrisi dari medium pertumbuhan dibawahnya. Kelebihan spread plate adalah mikroorganisme tidak terpapar pada suhu dimana agar masih cair sehingga memungkinkan didapatkannya jumlah yang lebih tinggi dari volume yang sama dibandingkan pour plate. Selain itu metode ini memudahkan untuk pengamatan morfologi koloni yang lebih jelas dan sangat cocok untuk menumbuhkan mikroorganisme aerob.

ISO 7218 (2007) menyebutkan bahwa teknik spread plate ini sebaiknya dilakukan dengan inokulum 0,1 mL (diameter: 90 mm) atau 0,5 mL (diameter: 140 mm). Untuk menghitung mikroorganisme dalam jumlah sedikit, batas pendeteksian dapat ditingkatkan 10 kalinya dengan menyebarkan 1 mL sampel pada cawan berdiameter 140 mm atau dalam tiga cawan berdiameter 90 mm. Alat spreader dapat terbuat dari gelas, plastik atau besi. Misalnya gelas berbentuk batang L (hockey stick) dengan diameter 3,5 mm, panjang 20 cm dan dibengkokkan pada jarak 3 cm dari salah satu ujung. Penyebaran inokulum dilakukan secepat mungkin tanpa menyentuh pinggiran cawan kemudian dibiarkan terserap oleh agar sekitar 15 menit pada suhu ruang. Inokulum disebarkan pada media dengan ketebalan media minimal 3 mm tanpa gelembung udara dan dalam keadaan bebas dari air yang terdapat di permukaan media (surface moisture) (hal. 36).

Description: D:\mikrobiologimunyuuuuuu\artikel\gambar pengenalan alat\New Folder\IMG_0357.JPG

Gambar 2. Cawan petri, L-rod dan drigalsky spatula. Diambil dari dokumentasi pribadi.

1.2. Pengeringan cawan

Kesulitan utama teknik spread plate adalah sering terbentuknya koloni menyebar setelah diinkubasi. Penyebabnya adalah terdapat lapisan tipis air di permukaan agar. Hal ini dapat diatasi dengan mengeringkan media padat terlebih dahulu. Menurut ISO 11133-1 (2009) menyebutkan bahwa media pertumbuhan yang kering dapat dicapai dengan mengeringkannya pada oven yang diatur antara 25-50 °C atau di Laminar Air Flow sampai lapisan air hilang dari permukaan media (30-60 menit). Pengeringan dilakukan dengan posisi cawan terbalik dan tutup terbuka (hal. 10).

Selain itu, ISO 8199 (2005) menyarankan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengeringkan cawan yaitu (a). Derajat kelembapan dalam medium. Kehilangan kelembapan yang berlebihan mungkin dapat meningkatkan konsentrasi inhibitor pada medium selektif dan mereduksi water activity (Aw) pada permukaan media. (b). Jika menumbuhkan bakteri yang tidak membutuhkan penyebaran segera dan cawan terlihat kering setelah diaklimatisasi, maka pengeringan tidak perlu dilakukan karena dapat meningkatkan risiko kontaminasi. (c). Dipilih suhu dan waktu pengeringan yang cocok sehingga kemungkinan kontaminasi dapat dijaga seminimal mungkin dan pemanasan tidak akan mengurangi kualitas media. Lama pengeringan tergantung pada banyaknya kondensasi pada cawan tetapi tetap diperhitungkan secepat mungkin untuk menekan kontaminasi. (d). Dapat juga untuk mencegah kontaminasi cawan yang telah diinokulasikan sampel dikeringkan dengan posisi terbalik dan tutup cawan terbuka (hal. 7).

Gambar 3. Koloni dengan pertumbuhan menyebar (spreading colony) yang diakibatkan adanya lapisan tipis air di permukaan media. Diambil dari dokumentasi pribadi.

APHA, AWWA, & WEF SM 9215 (2004) memberikan petunjuk yang sedikit berbeda dalam mengeringkan permukaan agar. Media padat yang kering dengan volume 15 mL per cawan dicapai dengan membiarkannya terbalik dengan tutup cawan tertutup semalaman pada suhu 42-50 °C sehingga kehilangan air yang diharapkan adalah sebanyak 2-3 g per cawan. Namun jika cawan dibuat dan digunakan pada hari yang sama maka media yang dituang sebanyak 25 mL dan dikeringkan di dalam laminar-flow hood pada suhu ruang (25-26 °C) dengan tutup cawan terbuka untuk memperoleh kehilangan air 2-3 g per cawan (hal. 5-6).

Pengaruh waktu dan suhu pengeringan terhadap pengurangan berat media dapat dilihat pada grafik dan tabel di bawah ini. Data tersebut menunjukkan semakin tinggi suhu dan lama waktu pengeringan maka semakin besar berat media yang hilang. Data ini juga dapat dimanfaatkan untuk memberikan gambaran suhu dan waktu pengeringan yang sesuai dengan kebutuhan.

Grafik 1. Pengaruh waktu pengeringan terhadap berat media yang hilang. Diadaptasi dari “Standard Method for Examination of Water and Wastewater 9215: Heterothropic Plate Count”, oleh APHA, AWWA, & WEF, 2004, hal.6.

Tabel 1. Pengaruh temperatur pengeringan terhadap kehilangan berat air sebesar 1-4 g rata-rata untuk 5 cawan. Diadaptasi dari “Standard Method for Examination of Water and Wastewater 9215: Heterothropic Plate Count”, oleh APHA, AWWA, & WEF, 2004, hal.6.

Suhu Cawan tutup tertutup (jam) Cawan tutup terbuka (jam)
1 g 2 g 3 g 4 g 1 g 2 g 3 g 4 g
24°C 32 64 95 125 3,7 7 10,5 14
37°C 17 35 51 67 1,7 3,5 5,3 7
50°C 6 12 18 24 0,7 1,3 1,9 2,7
60°C 4 8 12 16

1.3. Sumber kesalahan dalam spread plate

Jarvis (2008) menyebutkan sebab-sebab kesalahan pada teknik spread plate. Beberapa diantaranya adalah permukaan media yang tidak cukup kering dapat mengakibatkan tertundanya penyerapan inokulum. Pengeringan yang berlebihan bisa menyebabkan case-hardening[1] dan mungkin menurunkan water activity (aw) lapisan permukaan media. Case-hardening akan membuat tetesan inokulum berlarian ke seluruh cawan dan umumnya menghasilkan luas penyebaran inokulum yang lebih kecil. Penurunan aw juga dapat berefek pada pertumbuhan mikroorganisme hidrofilik. Selain media yang terlalu kering, kesalahan dapat juga disebabkan oleh menempelnya sedikit inokulum pada permukaan spreader. Namun kemungkinan terjadinya kesalahan dari sebab ini adalah lebih kecil dibandingkan dengan beberapa sebab yang lain (hal. 123).

1.4. Saran dalam teknik spread plate

Beberapa saran dalam spread plate adalah:

  • Jangan meneteskan inokulum di pinggir cawan yang akan mempersulit penyebaran oleh spreader;
  • Sebaiknya jangan mentransfer volume sampel kurang dari 10% dari volume total pipet untuk mencegah kesalahan yang lebih besar dalam pengukuran. Misalnya untuk mentransfer cairan 0,1 mL jangan menggunakan pipet ukur >1 mL yaitu 5 mL atau 10 mL;
  • Jangan langsung menyebarkan inokulum menggunakan spreader yang baru saja disterilisasi panas (berisiko mematikan mikroorganisme). Sebelum melakukan penyebaran spreader dapat ditempelkan ke tutup bagian dalam (steril) cawan petri dahulu atau di permukaan agar yang tidak terdapat tetesan inokulum;
  • Jangan menyebarkan inokulum sampai cairan kering karena akan meninggalkan pola pertumbuhan koloni yang mengikuti alur bekas penyebaran. Sebaiknya disebarkan secukupnya lalu didiamkan sehingga sisa air diserap oleh agar. Hal ini juga akan meningkatkan kesempatan sel tertempel pada spreader jika inokulum telah kering;
  • Sebaiknya penyebaran dikerjakan dari cawan yang berasal dari pengenceran tertinggi (paling encer) untuk mencegah kontaminasi dari pengenceran pekat;
  • Jika perlu korbankan satu cawan dalam satu batch pembuatan media sebagai sampel yaitu dengan ditimbang sebelum dan sesudah pengeringan sebagai indikator selisih berat 2-3 g dan untuk menguji coba seberapa kering media dengan sentuhan atau penyebaran menggunakan spreader;
  • Jangan mengeringkan media melebihi batas yang ditentukan. Pengeringan media yang berlebihan dapat mengakibatkan pecahnya agar dan memungkinkan inokulum yang disebarkan akan jatuh pada retakan tersebut;
  • Medium padat yang kering umumnya diindikasikan oleh kesatnya permukaan agar dan tidak memantulkan cahaya (lapisan tipis air dapat membuat permukaan berkilau).

Gambar 4. Retakan pada media yang terlalu banyak kehilangan air. Diambil dari dokumentasi pribadi.

1.5. Alat lain terkait teknik spread plate

Selain menggunakan spreader, inokulum dapat juga disebarkan menggunakan glass beads (manik-manik gelas) yang umumnya dipakai beberapa buah dengan diameter 3 mm. Cawan yang diayun ayunkan memutar dan kesegala arah dengan lembut dapat membantu menyebarkan inokulum ke seluruh permukaan agar. Glass beads dapat dikeluarkan setelah inokulum diserap oleh media kemudian disterilisasi ulang untuk digunakan kembali.

Salah satu alat bantu dalam proses penyebaran menggunakan spreader adalah turntable atau meja pemutar yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Alat ini berguna untuk memudahkan berputarnya cawan saat penyebaran inokulum dilakukan. Namun alat ini menjadi tidak begitu dibutuhkan jika tangan dianggap telah mampu untuk memutar cawan secukupnya atau cawan dapat diputarkan di meja kerja. Selain itu lipatan-lipatan kontur alat dan dekatnya jarak dengan media memperbesar kemungkinan kontaminasi saat penyebaran berlangsung.

Description: D:\FOLDER INDRA MIKRO\mikrobiologi\CHAROEN POKPHAND DATA\hasil kerja method dev\gambar koloni\kolony baru july 2\IMG_0315.JPG

Gambar 5. Turntable, alat untuk mempermudah penyebaran inokulum menggunakan spreader. Diambil dari dokumentasi pribadi.

2. Cawan tuang atau pour plate

2.1. Prinsip dan prosedur pour plate

Teknik pour plate adalah teknik penanaman mikroorganisme dengan mencampurkan inokulum sampel dengan medium padat yang masih berbentuk cair sehingga kumpulan sel akan tersebar merata ke seluruh media (tidak hanya di permukaan). Pencampuran inokulum ke seluruh media otomatis dapat meningkatkan jumlah sampel yang dimasukkan dalam luasan cawan petri yang sama dibandingkan spread plate. Cara ini cocok untuk menumbuhkan mikroorganisme yang tidak terpengaruhi pertumbuhannya oleh keberadaan oksigen misalnya mikroaerofilik atau anaerob fakultatif. Koloni yang terbentuk juga pada umumnya kecil dan kompak sehingga meminimalkan perebutan nutrisi atau antagonisme antar koloni. Namun mikroorganisme akan terpapar pada suhu dimana agar masih cair (44-47 °C) yang akan meningkatkan risiko kematian sel untuk jenis tidak tahan panas atau sel yang terluka. Selain itu koloni yang menghasilkan gas dalam metabolismenya akan menimbulkan retakan kecil pada agar dan penampakan koloni menjadi kurang terlihat jelas karena tenggelam dalam agar. Pengisolasian koloni tunggal dan pengkarakterisasian bentuk koloni juga akan mengalami sedikit kesulitan.

Teknik pour plate dilakukan dengan memasukkan sejumlah inokulum dengan volume tertentu ke dalam cawan petri kosong steril. Sebelumnya ujung tip pipet dapat di tempelkan ke dinding tabung pengenceran saat pengambilan inokulum untuk mengurangi kelebihan air. Kemudian inokulum dimasukkan dengan membuka sedikit atau seperlunya supaya tip dapat masuk ke dalam cawan. Media padat yang dituang memiliki suhu 44 °C sampai 47 °C yang dijaga pada waterbath dan sebaiknya tidak menuangkan langsung di posisi inokulum berada (mencegah heat shock). Pembakaran mulut botol juga seharusnya dilakukan sebelum penuangan. Setelah media padat cair diambil dari penangas air (waterbath), botol harus dikeringkan dengan lap kering steril untuk mencegah kontaminasi dari air waterbath. Selain itu tumpahan media diluar botol dan penempelan media di dalam tutup cawan seharusnya juga dicegah. Volume media yang dituangkan umumnya 18-20 mL untuk cawan berdiameter 90 mm sehingga diperoleh ketebalan media setinggi 3 mm. Pengadukan (pencampuran) harus dilakukan dengan segera secara hati-hati sehingga diperoleh distribusi yang homogen. Selanjutnya cawan didiamkan untuk memberi waktu media agar memadat. Waktu pemadatan sebaiknya tidak lebih dari 10 menit. Jika dimungkinkan adanya koloni menyebar pada sampel seperti Proteus sp. maka media dapat dilapisi dengan agar steril tanpa nutrisi atau media padat yang sama sebanyak 5 mL untuk mencegah penyebaran koloni ini (ISO 7218, 2007, hal. 35).

Pencairan media padat sebaiknya menggunakan waterbath untuk mencegah penguapan yang berlebihan. Namun ISO 8199 (2005) memberikan pilihan menggunakan cara lain yang sesuai seperti pemanasan pada inkubator, autoklaf atau oven. Pemanasan yang berlebihan harus dihindari untuk mencegah penurunan kualitas media dan kehilangan air. Setelah media padat mencair, botol dapat dipindahkan ke dalam waterbath (45±1 °C) sepanjang waktu yang diperlukan untuk menyetarakan suhu. Disarankan untuk tidak menjaga medium padat dalam keadaan cair melebihi 4 jam dan jangan mencairkan medium padat melebihi satu kali (hal. 7). Sedikit berbeda dengan rekomendasi ISO 7218, ISO 8199 (2005) memberikan petunjuk penuangan sebanyak 15 mL media untuk inokulum 1 mL atau 2 mL dengan ukuran cawan yang sama. Jika volume inokulum lebih besar maka konsentrasi media dapat diatur dan disesuaikan (hal. 7).

Beberapa petunjuk teknis lain yang disebutkan oleh APHA, AWWA, & WEF SM 9215 (2004) yaitu untuk teknik pour plate adalah jika inokulum tidak dimasukkan menggunakan pipettor (blow-out pipette) maka ujung pipet ditempelkan ke dasar cawan yang kering untuk memastikan semua inokulum keluar dari pipet. Tidak diperbolehkan melebihi waktu 20 menit (lebih baik 10 menit) antara pengenceran awal sampai penuangan media agar di cawan terakhir. Dalam penentuan waktu kurang dari 20 menit ini maka load sampel tiap batch dapat dibatasi dengan jumlah tertentu. Lebih baik menggunakan pengukur suhu yang diletakkan pada wadah terpisah dan diberi perlakuan sama untuk mengetahui suhu aktual di dalam media yang dicairkan dan jangan menggunakan indera perasa untuk menentukan suhu saat penuangan. Pencampuran media agar dan inokulum dapat dilakukan dengan memutar cawan satu arah kemudian dilanjutkan arah sebaliknya (hal. 3).

2.2. Sumber kesalahan dalam pour plate

Kemungkinan kesalahan metode dalam teknik pour plate dapat diperkirakan pada faktor-faktor berikut (a) heat-shock dapat mematikan mikroorganisme yang sensitif panas, sulitnya pencampuran inokulum dan media cair untuk menghasilkan distribusi yang homogen, (b) kemungkinan tercipratnya media ke pinggir atau tutup cawan saat pengadukan, (c) perbedaan ukuran koloni di dalam dan di permukaan akibat bedanya konsentrasi oksigen, dan (d) koloni yang tumbuh di permukaan yang dapat mengganggu pengamatan. Oleh karena itu, sebaiknya tidak menggunakan teknik ini untuk menghitung organisme yang sensitif panas atau sangat membutuhkan oksigen (Jarvis, 2008, hal. 121-122).

2.3. Saran dalam teknik pour plate

Beberapa saran dalam teknik pour plate yaitu :

  • Sebaiknya berhati-hati jika menumpuk lebih dari 3 cawan, kadang terdapat tutup cawan yang tidak rata (tergantung kualitas cawan) dan membuat tidak rata posisi cawan diatasnya sehingga media agar yang dihasilkan sedikit miring disalah satu sisi;
  • Sebaiknya perhatikan aliran tetesan pada ujung mulut botol atau Erlenmeyer setelah dilakukan penuangan media. Seringkali tetesan media tidak tertarik gravitasi tetapi mengalir mengikuti kontur ujung mulut botol yang tumpul sehingga dapat menetes keluar cawan. Jika terdapat cucuk pada wadah media maka akan meniadakan tetesan tersebut;
  • Perlu dipertimbangkan bahwa pola perputaran saat mengaduk media cair dan inokulum dengan menggunakan pola angka delapan. Pola ini dapat saling meniadakan gelombang yang ditimbulkan saat perputaran;
  • Penyeragaman volume media yang dituang dapat dipermudah dengan media dispenser atau glass repeating dispenser atau alat lain yang berfungsi sama. Alat ini akan menakar dan menampung sementara dengan volume tertentu pada kantung terpisah sebelum dituang;
  • Seringkali terdapat potongan kecil sampel hasil homogenisasi pada pengenceran pertama. Hal ini membuat koloni dan potongan tersebut sulit dibedakan secara sekilas. Umumnya koloni berbentuk simetris atau berpola tertentu sedangkan partikel sampel memiliki bentuk tidak teratur. Jika ditemui keraguan dalam menentukan keputusan maka dapat digunakan mikroskop dengan perbesaran rendah untuk mengamatinya.

Description: D:\mikrobiologimunyuuuuuu\artikel\gambar pengenalan alat\New Folder\opplanet-tech-glass-vwr-repeating-dispensers-tg-50360-055.jpg

Gambar 6. Media dispenser yang dipasangkan pada Erlenmeyer. Diambil dari dokumentasi pribadi.

Description: D:\FOLDER INDRA MIKRO\mikrobiologi\CHAROEN POKPHAND DATA\hasil kerja method dev\gambar koloni\koloni 10X sosis\Image6 - Copy.jpg

Gambar 7. Penampakan koloni berbentuk bulat yang tenggelam di dalam agar (kiri-atas) dengan potongan kecil sampel disekitarnya. Diambil dari dokumentasi pribadi.

2.4. Teknik pour plate untuk kultur anaerob

Penanaman mikroorganisme anaerob membutuhkan teknik pour plate yang sedikit berbeda yaitu dengan membuat tambahan lapisan agar diatas inokulum dan media yang telah dicampur. Cara ini disebut teknik lapisan ganda (double layer technique) yang dikhususkan untuk penanaman bakteri seperti Clostridium dan yang sejenisnya. Menurut ISO 7937 (2004) menyarankan bahwa penanaman ini dapat dilakukan dengan mencampur 1 mL inokulum dengan 10-15 mL media selektif pada suhu 44-47 °C. Kemudian setelah memadat, ditambahkan 10 mL media yang sama lalu diinkubasi dalam keadaan anaerob (hal. 8).

3. Perbandingan antar teknik penanaman

Spread plate umumnya menghasilkan data perhitungan yang lebih tinggi jika dibandingkan pour plate untuk bakteri aerob mesofilik (Nottingham et al. (1975) dan Barraud et al. (1967) dalam Jarvis (2008, hal. 137)). Kajian yang dilakukan oleh Clark (1967) menggambarkan hal yang sama yaitu lebih tingginya hasil spread plate daripada pour plate pada sampel air. Taylor, Allen dan Geldreich (1983) juga menunjukkan bahwa metode pour plate tidak seakurat dan sepresisi spread plate untuk menghitung mikroorganisme heterotrof. Namun Jarvis et al. (1975) dalam Jarvis (2008) menyatakan tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam spread plate dan pour plate untuk jenis sampel sosis, daging sapi olahan, krim dan salad (hal. 137). Perbedaan tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh kadar oksigen dan pola pertumbuhan koloni di permukaan atau di dalam media. Selain itu jenis mikroorgansime juga sangat berpengaruh terhadap perbedaan hasil pertumbuhan spread plate maupun pour plate.

Gangar et al. (1999) telah membuktikan bahwa metode dry rehydratable film untuk penghitungan Coliform dan E. coli (Petrifilm E. coli/Coliform (EC) Count Plate) tidak berbeda signifikan jika dibandingkan dengan metode MPN berdasarkan AOAC (hal. 73). Begitu juga dry rehydratable film untuk enumerasi APC menunjukkan tidak berbeda nyata dibandingkan metode AOAC (966.23 B dan C) pada sebagian besar sampel pangan yang diuji (Curiale et al., 1990, hal. 242)

Indra Pradhika, 2018

Referensi

APHA, AWWA & WEF Standard method for examination of water and wastewater 9215: Heterothropic plate count. (2004).

Clarck, D. S. (1967). Comparison of pour and surface plate methods for determination of bacterial counts. Canadian Journal of Microbiology 13 (11), 1409-1412. Diperoleh dari: http://www.nrcresearchpress.com/doi/abs/10.1139/m67-187?journalCode=cjm#.WIbU_dJ97IU

Gangar, V., Curiale, M. S., Lindberg, K., & Gambrel-Lenarz, S. (1999). Dry rehydratable film method for enumerating confirmed Escherichia coli in poultry, meats, and seafood: collaborative study. J AOAC Int. Vol. 82 (1), 73-8. Diperoleh dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10028673

Jarvis, B. (2008). Statistical Aspects of the Microbiological Examination of Food. Cambridge: Academic Press.

ISO 7218:2007(E) Microbiology of food and animal feeding stuffs – General requirements and guidance for microbiological examinations. (2007).

ISO 8199: 2005 Water quality — General guidelines on the enumeration of microorganisms by culture. (2005).

ISO 7937: 2004 Microbiology of food and animal feeding stuffs — Horizontal method for the enumeration of Clostridium perfringens — Colony count technique. (2004).

ISO 11133-1: 2009, Microbiology of food and animal feeding stuffs — Guidelines on preparation and production of culture media — Part 1: General guidelines on quality assurance for the preparation of culture media in the laboratory (Edisi ke-2). (2009).

Pirt, S. J. (1966). A kinetic study of the mode of growth of surface. J. gen. Microbiol, 47(2), 181-197. doi: 10.1099/00221287-47-2-181

Taylor, R. H., Allen, M. J., & Geldreich, E.E. (1983). Standard Plate Count: A comparison of pour plate and spread plate methods. Journal American Water Works Association 75 (1), 35-37. Abstrak diperoleh dari: http://www.awwa.org/publications/journal-awwa/abstract/articleid/15565.aspx