Persyaratan Pembuatan Media Pertumbuhan
Berbagai parameter dan persyaratan penting dalam pembuatan media dijabarkan pada beberapa bagian di bawah ini.
1. Bahan baku air
Air yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan media sebaiknya memakai air destilasi. Konduktivitas air yang digunakan tidak lebih dari 25 µS/cm (sama dengan ≥ 0,4 MΩ/cm) pada 25 °C dan mengandung kontaminasi mikrob tidak lebih dari 1000 CFU/mL dan akan lebih baik jika menggunakan air dengan konsentrasi mikrob dibawah 100 CFU/mL (ISO 11133-1, 2009, hal. 7). Persyaratan ini sedikit berbeda dengan yang dikemukakan oleh APHA yang dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan ISO 8199 (2005) mensyaratkan penggunaan air dengan tingkat grade 3 sesuai ISO 3696:1987 yaitu dengan syarat: pH 5-7,5, konduktivitas 0,5 mS/m pada suhu 25 °C, maksimum 2 mg/kg residu setelah diuapkan dengan panas 110 °C, dan maksimum kandungan oksigen 0,4 mg/L (hal. 2).
Salah satu parameter uji yang cukup penting adalah konduktivitas. Konduktivitas adalah ukuran kekuatan suatu bahan dalam menghantarkan aliran listrik. Konduktivitas tinggi mengindikasikan suatu bahan mudah untuk menghantarkan listrik. Pengertian konduktivitas ini menggambarkan kemurnian air destilasi. Semakin banyak zat atau ion terlarut air maka semakin besar daya hantar listriknya. Air murni yang hampir 100 % terdiri H2O akan sulit untuk menghantarkan listrik. Air yang baik akan menjamin kualitas media pertumbuhan yang dihasilkan. Bahan pengotor yang terdapat pada bahan baku air dapat berpengaruh terhadap kinerja salah satu substansi yang terdapat pada media.
Tabel 1. Parameter persyaratan bahan baku air. Diadaptasi dari “Standard method for examination of water and wastewater SM 9020: Quality assurance/quality control”, oleh APHA, AWWA, & WEF, 2000, hal. 11.
Parameter uji | Batas keberterimaan maksimum | Frekuensi |
Konduktivitas | < 2 µʊ/cm (µS/cm) pada 25 ºC | Bulanan |
Total karbon organik | < 1 mg/L | Bulanan |
Logam berat, tunggal (Cd, Cr, Cu, Ni, Pb dan Zn) | < 0,05 mg/L | Tahunan |
Logam berat, total | < 1 mg/L | Tahunan |
Residu klorin total | < 0,1 mg/L | Bulanan |
HPC (Heterotrophic Plate Count) | < 500 CFU/mL | Bulanan |
2. Penimbangan media pertumbuhan
Penimbangan sebaiknya dilakukan pada timbangan analitik dengan sensitivitas 0,1 g dengan beban maksimum 150 g dan sensitivitas 1 mg pada beban 10 g (untuk menimbang <2 g) (APHA, AWWA, & WEF SM 9030B, 2000, hal. 9.16). Penimbangan tidak perlu dilakukan secara aseptik namun tetap dalam keadaan bersih. Penimbangan secara aseptik sebaiknya dilakukan pada media yang tidak diperbolehkan disterilisasi menggunakan autoklaf. Untuk mencegah tercampurnya media dalam wadahnya dengan bahan lain maka sebaiknya menggunakan spatula yang berlainan. Sangat perlu untuk memperhatikan sirkulasi udara disekitar timbangan (dapat berasal dari AC atau ventilasi) yang dapat mempengaruhi stabilitas saat menimbang. Selain itu, perlu diperhatikan juga jenis timbangan yang sesuai untuk kebutuhan mikrobiologi. Umumnya timbangan yang cocok adalah dengan kapasitas maksimum sekitar 600 g. Penimbangan dapat dilakukan memakai suatu wadah sementara (seperti potongan aluminium foil, atau lempengan nampan kecil) terlebih dahulu, kemudian dimasukkan ke botol. Pilihan lainnya adalah ditimbang secara langsung ke dalam botol atau Erlenmeyer yang ditera terlebih dahulu sehingga tidak meninggalkan sisa pada wadah sementara. Hal ini tidak bisa dilakukan jika kapasitas timbangan lebih kecil (misalnya maksimum 210 g) karena peneraan botol akan melebihi batas kapasitas timbangan. Timbangan yang memiliki tutup dan kapasitas lebih sedikit dapat digunakan untuk menimbang dengan bobot yang kecil dan ketelitian yang lebih tinggi.
Gambar 1. Timbangan analitik yang digunakan untuk menakar media pertumbuhan. Timbangan dengan kapasitas maksimum 610 g (kiri) dan maksimum 210 g (kanan). Diambil dari dokumentasi pribadi.
3. Konsentrasi dan pelarutan agar
Konsentrasi agar 15,0 g/L umumnya digunakan untuk membuat media padat. Konsentrasi yang lebih rendah (7,5–10,0 g/L) dipakai untuk membuat soft agars atau media semisolid. Agar akan larut pada suhu 84 °C dan memadat pada 38 °C (Atlas, 2010, hal. 1). Konsentrasi agar yang lebih tinggi dari ketentuan mengakibatkan proses pemadatan lebih cepat pada saat penuangan. Proses pelarutan agar dapat menggunakan hot plate dan magnetic stirrer. Indikasi larutnya agar umumnya ditunjukkan dengan beningnya media atau mencairnya serbuk agar yang tertempel pada dinding wadah. Sebaiknya pada saat pelarutan hindari panas berlebihan. Overheating mengakibatkan sebagian media menjadi buih dan akan mendesak keluar dari mulut wadah dan juga membuat kerak pada dasarnya
4. Ketebalan agar dan luas cawan
Media agar yang sangat tipis ketebalannya masih memungkinkan mikroorganisme untuk tumbuh dan nutrisi media masih cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Pirt (1966) membuktikan bahwa terdapat pengaruh ketebalan agar terhadap laju petumbuhan koloni radial yang konstan pada 12 jam pertama. Semakin tipis agar maka laju pertumbuhan akan semakin terhambat. Laju pertumbuhan akan sama jika ketebalan agar diatas 3,44 mm dengan volume media 20 mL (hal. 188). Hal ini menunjukkan bahwa setelah mencapai ketebalan tertentu daerah sumber nutrisi di bawah koloni tidak akan dibatasi oleh ketebalan agar (lihat Grafik 1).
Grafik 1. Efek dari ketebalan agar terhadap kecepatan tumbuh radial inisial koloni. Kecepatan tumbuh radial inisial dinyatakan dalam Kr (µ/jam). Diadaptasi dari “A kinetic study of the mode of growth of surface”, oleh Pirt, 1966, hal. 189.
Selain itu, pemilihan ketebalan media juga dipengaruhi faktor teknis dalam penanaman seperti ketahanan agar saat menerima tekanan alat spreader atau saat di gores loop dan kehilangan air karena menguap. Namun sebaliknya, media padat yang terlalu tebal melebihi batas tentu lebih dapat memakan biaya.
Ketebalan agar yang ideal adalah 4±0,2 mm. Ketebalan ini dapat dicek pada 4 titik pada tepi cawan dengan masing-masing titik pada akhir garis diameter yang saling tegak lurus. Dari keempat data ketebalan tersebut dapat dirata-ratakan dan sebaiknya memenuhi ketebalan yang disarankan diatas (NCCLS M2-A8 dalam Basu et. al, 2005, hal. 161). Sedangkan ISO 7218 (2007) memberikan saran bahwa ketebalan agar yang baik adalah paling tidak 3 mm untuk inokulasi di permukaan (spread plate) (hal. 36).
Gambar 2. Koloni yang pertumbuhannya tidak sama besar karena ketebalan agar yang tidak merata. Tampak koloni-koloni pada bagian cawan kanan-atas lebih kecil dibandingkan yang lain dan ketebalan agar lebih condong pada bagian kiri-bawah. Diambil dari dokumentasi pribadi.
5. Kekuatan agar
Kekuatan media padat dapat diukur dengan tripod stand dengan batang tengah (central rod) yang digunakan untuk menekan agar. Bagian bawah batang tersebut berbentuk bulat yang diletakkan diatas permukaan media, sedangkan bagian atasnya untuk meletakkan berat standar yang dibebankan ke media. Berat beban diberikan bertahap sampai batang tersebut mampu memecahkan agar. Kekuatan yang diberikan oleh batang pada agar dapat dihitung dengan rumus W/πr2, dimana W adalah berat yang dibebankan dan r adalah radius bola pada batang tengah. Kekuatan agar antara 300-500 dyne/cm2 memberikan hasil yang kekuatan agar yang memuaskan (Basu et al., 2005, hal. 161). Parameter ini tidak begitu penting untuk diuji setiap kali pembuatan media dan dapat sebagai metode evaluasi untuk menentukan konsentrasi agar yang tepat yang berkorelasi dengan kekuatan agar.
6. Pengaturan pH
pH dapat diukur sebelum sterilisasi pada suhu 25 °C menggunakan pH meter sehingga setelah proses sterilisasi, media akan memiliki pH sesuai persyaratan media dengan ketelitian ± 0,2 pH unit. Jika pengaturan pH diperlukan maka dapat diatur dengan larutan steril NaOH 1 mol/L atau HCl 1 mol/L. Setelah disterilisasi, pH media sebaiknya dicek kembali dengan sedikit menuang sampel media steril ke cawan. Umumnya media dehydrated komersial mampu mengubah pH secara signifikan sebelum dan sesudah proses autoklaf. Jika menggunakan air deionisasi maka penentuan pH sebelum proses autoklaf tidak perlu dilakukan (ISO/TS 11133-1. 2009, hal. 8). APHA, AWWA, & WEF SM 9020 (2005) menambahkan bahwa jika perbedaan pH media melebihi 0,5 unit dari batas yang ditentukan maka media tersebut dibuang atau tidak dipakai. Nilai pH yang tidak sesuai dapat disebabkan oleh kualitas air, kerusakan media atau kesalahan proses preparasi (hal. 14). Penurunan nilai pH setelah sterilisasi umumnya antara 0,1-0,2 pH unit tetapi terkadang melebihi 0,3 pH unit untuk media double strength (konsentrasi dua kali lipat). Jika garam bufer seperti fosfat terdapat pada media maka penurunan nilai pH dapat diabaikan (APHA, AWWA, & WEF SM 9020, 2000, hal. 9.18).
Gambar 3. Salah satu alat pH meter dengan resolusi 0,01 pH unit yang dilengkapi dengan pengukur suhu. Diambil dari dokumentasi pribadi.
7. Sterilisasi media pertumbuhan
Media yang telah siap disterilisasi (15 Psi/1 atm, 121oC selama 15 menit) harus dibuka sedikit tutupnya (jika menggunakan wadah tutup berulir) atau harus dilubangi plastiknya supaya tekanan yang dihasilkan autoklaf dapat masuk ke dalam media. Jika hal ini tidak dilakukan maka tekanan dalam wadah lebih rendah dari chamber autoklaf dan menyebabkan sterilisasi menjadi tidak efisien. Menurut Barker (1998) Jika media yang disterilisasi dengan autoklaf sebanyak 1 L pada erlenmeyer 2 L maka sebaiknya waktu sterilisasi diperpanjang menjadi 30 menit. Sedangkan untuk mencegah presipitasi, pencoklatan dan pecahnya substrat pada saat sterilisasi menggunakan autoklaf dapat dilakukan beberapa tindakan pencegahan yaitu :
- sterilisasi glukosa terpisah dengan pepton (asam amino) atau senyawa fosfat;
- sterilisasi fosfat terpisah dengan pepton atau komponen garam mineral;
- sterilisasi garam mineral terpisah dengan agar;
- tidak melakukan sterilisasi media dengan pH >7,5 (untuk mengatasinya, sterilisasi pada pH netral kemudian diatur pH menjadi basa dengan larutan basa steril);
- tidak melakukan sterilisasi larutan agar dengan pH <6 (hal. 156-157).
Namun ketentuan diatas adalah saran untuk pembuatan media yang terpisahkan komposisinya saat pembuatan (media racikan). Jika ditemukan media yang tidak sesuai syarat pembuatan ini tetapi terdapat pada petujuk pemakaian dalam wadah, maka sebaiknya tetap mengikuti petunjuk tersebut.
Menurut Barrow dan Feltham (1993), dampak pemanasan terhadap komposisi media dimulai sejak suhu 60 °C yang berdampak pada dekomposisi growth factor, karamelisasi gula (reaksi Maillard antara gula dan asam amino) dan perubahan pH (hal. 13). APHA, AWWA, & WEF SM 9020 (2005) memberikan petunjuk bahwa jangan mensterilisasi media yang mengandung karbohidrat dengan suhu yang dinaikkan dengan waktu tidak melebihi 45 menit. Waktu ini dihitung dari saat pemaparan pertama terhadap panas sampai keluar dari autoklaf. Pemanasan yang berlebih dapat mendegradasi nutrisi yang terkandung didalamnya (hal. 14). Atlas (2010) menyarankan bahwa media yang mengandung karbohidrat disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 116–118 °C untuk mencegah dekomposisi karbohidrat dan pembentukan formasi senyawa toksik yang menghambat mikrob. Sedangkan untuk media yang tidak tahan terhadap sterilisasi autoklaf (seperti media yang mengandung protein telur) sebaiknya disterilisasi menggunakan teknik inspisasi (inspissation). Cara ini dapat dilakukan dengan cara memanaskan pada Arnold steam sterilizer dengan suhu 75–80 °C selama 2 jam dan dilakukan pada tiga hari yang berurutan (jeda hari ditujukan untuk memberikan kesempatan mikrob kontaminan untuk tumbuh). Bahan yang tidak tahan panas seperti larutan antibiotik, vitamin atau karbohidrat disterilisasi menggunakan teknik filtrasi membran yang kemudian ditambahkan ke dalam media setelah didinginkan sampai 50 °C (hal. 8).
Penjelasan mengenai proses sterilisasi lebih detail dapat dijumpai di bagian sterilisasi alat dan bahan pada halaman 105.
8. Pencairan kembali media agar
Pencairan kembali media agar steril dapat dilakukan pada waterbath dengan suhu 47-50 °C dengan waktu seminimal mungkin untuk menjaga kualitas media. Sebaiknya tidak terjadi overheating saat pemanasan. Media harus diangkat segera setelah semuanya mencair dan digunakan tidak melebihi waktu simpan 4 jam (ISO 11133-1, 2009, hal. 9). Sedangkan APHA, AWWA, & WEF SM 9020 (2005) menyarankan penjagaan agar yang telah cair umumnya pada suhu <50 °C tetapi lebih dipilih suhu 44-46 °C sampai digunakan atau dengan waktu maksimal 3 jam (hal. 14).
9. Penuangan media ke cawan atau tabung
Keseragaman volume sangat dibutuhkan dalam pendistribusian media untuk memenuhi spesifikasi metode yang dipakai. Untuk media cair yang dituang ke tabung-tabung maka sebaiknya volume yang dipindahkan lebih besar dari pada volume yang dipersyaratkan. Andrews et al. (2004) menjelaskan bahwa proses sterilisasi dapat mengurangi volume media sebesar 0,1-0,3 mL sehingga diperlukan penakaran lebih dari yang dipersyaratkan (hal. 9). IANZ AS LAB C1 (2008) memberikan batasan mengenai volume media setelah sterilisasi yaitu sebesar ±2 % dari volume target (hal. 42). Misalnya peptone diluents yang menurut metode tertentu memiliki spesifikasi volume 9±0,2 mL maka sebaiknya pipet diatur pada 9,2 mL sehingga setelah disterilisasi volume akhir masuk dalam kisaran spesifikasi.
Keseragaman penuangan volume yang sama pada cawan petri dapat diperoleh dengan cara memasukkan media padat yang telah larut ke dalam tabung-tabung sebelum disterilisasi sesuai volume yang dibutuhkan. Kemudian media steril dalam tabung (sebelum agar memadat) disebarkan ke setiap cawan (Prescott & Harley, 2002, hal. 78). Cara lainnya adalah menggunakan alat bantu seperti media dispenser, motorized pipet controller, pipet filler, pipet 10 mL atau peristaltic pump (lihat Gambar 4). Terkadang demi waktu dan efisiensi, banyak praktisi yang langsung menuang media padat dari botol atau erlenmeyer langsung ke dalam cawan yang tentu saja membutuhkan keahlian dan ketepatan intuisi dalam membaginya. ISO 11133-1 (2009) mensyaratkan bahwa pembagian media dilakukan ke dalam wadah dengan volume paling tidak 20% lebih besar daripada media yang dimasukkan (hal. 8).
Penuangan media sebaiknya tidak dilakukan dalam keadaan panas >50 oC supaya tidak terjadi kondensasi berlebihan pada tutup cawan. Untuk mencegah kondensasi maka media siap tuang didinginkan dan dijaga pada suhu 50 oC selama 30 menit kemudian dituang. Pembakaran mulut tabung/Erlenmeyer sebaiknya dilakukan untuk mencegah kontaminasi. Sedangkan jika kondensasi terlanjur terjadi maka APHA, AWWA, & WEF SM 9020 (2005) menyarankan untuk meginkubasi cawan pada suhu 35-37 °C dalam inkubator (hal. 14). Penuangan lebih baik menggunakan cawan atau tabung berbahan borosilicate glass, bukan berbahan soda–glass karena jenis soda-glass dapat menaikkan nilai pH (alkali).
Gambar 4. Beberapa alat pendistribusi media dan larutan pengencer ke dalam cawan atau tabung baik setelah atau sebelum sterilisasi. Alat media dispenser (kiri), motorized pipet controller (tengah atas), pipet filler (tengah bawah) dan pipet 10 mL (kanan). Diambil dari dokumentasi pribadi.
10. Penyimpanan media siap pakai
Media jadi pada cawan yang telah siap pakai sebaiknya disimpan dengan posisi terbalik dan ditumpuk tidak lebih dari tiga cawan atau dapat menggunakan petri plate storage holder. Media pertumbuhan sebaiknya digunakan fresh setelah dibuat, tetapi adakalanya dibutuhkan persiapan yang membuat media pertumbuhan yang sudah jadi harus disimpan.
Waktu penyimpanan media siap pakai sangat beragam. Menurut ISO 11133-1 (2009) media siap pakai disimpan pada suhu 5±3 °C dan disarankan untuk disimpan tidak melebihi 2-4 minggu untuk media cawan dan 3-6 bulan untuk media cair. Media yang ditambah suplemen sebaiknya dipakai pada hari yang sama saat pembuatan. Sedangkan APHA, AWWA, & WEF SM 9050 (2000) menyarankan untuk menyimpan sampai 3 bulan untuk media pada tabung yang tertutup rapat (hal. 9.18). Untuk penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada tabel umur simpan pada Tabel 2 dan Tabel 3 berikut.
Tabel 2. Umur simpan berbagai macam jenis media yang telah disiapkan. Diolah dari “Handbook of Culture Media for Food Microbiology”, oleh Corry et al., 2003, hal. 394-635.
Nama | Bentuk | Waktu simpan | Suhu simpan | pH simpan | Warna | Kondisi simpan |
---|---|---|---|---|---|---|
BGLB
(Brilliant Green Lactose Bile) |
Broth | 1 bulan | 4±2°C | 7.4±0.2 | Green clear | Tabung/ botol bertutup ulir |
BS
(Bismuth Sulphite) |
Agar | 1-3 hari
( maks.5 hari ) |
4°C | 7.4±0.2 | Pale green/ straw opaque with flocculent precipitate which must be uniformly dispersed. | Cawan petri bersegel |
DG18
(Dichloran Glycerol 18) |
Agar | 7 hari | 4±2°C | 5.6±0.2 | Amber slightly opalescent | Cawan petri bersegel |
HE
(Hektoen Enteric) |
Agar | 3 minggu | 4±2°C | 7.5±0.2 | Blue-green, transparent | Cawan petri bersegel |
LT / LST
(Lauryl Tryptose) |
Broth | 1 bulan | 4±2°C | 6.8±0.2 | Light amber, clear to slightly opalescent | Tabung/ botol bertutup ulir |
MRS
(De Mann Rogosa Sharpe) |
Agar | 14 hari | 4±2°C | 6.2±0.2 | Light amber, clear | Cawan petri bersegel |
RV
(Rappaport Vassiliadis) |
Broth | 6 bulan | 4±2°C | 5.2±0.2 | Green-blue, transparent | Tabung/ botol bertutup ulir |
TSA
(Trypticase Soya Agar) |
Agar | 30 hari | 4±2°C | 7.3±0.2 | Light yellow | Cawan petri bersegel |
TT
(Terta Thionate) |
Broth | 7 hari | 4±2°C | 7.4±0.2 | Pale milky opaque which on standing gives a pale liquid over a heavy precipitate | Tabung/ botol bertutup ulir |
XLT4
(Xylose Lysine Tergitol 4) |
Agar | 3 bulan | 4±2°C | 7.3±0.2 | Light rose, transparent | Cawan petri bersegel |
XLD
(Xylose Lysine Deoxicholate) |
Agar | 5 hari | 4±2°C | 7.4±0.2 | Light rose, transparent | Cawan petri bersegel |
Tabel 3. Umur dan suhu simpan berbagai wadah dan bentuk media siap pakai secara umum. Diadaptasi dari “Standard method for Examination of Water and Wastewater SM 9020 Quality assurance/quality control”, oleh APHA, AWWA, & WEF, 2000, hal. 15.
Jenis media | Suhu | Waktu |
Media cair di labu berpenutup ulir | 2-8 °C | 96 jam |
Media agar di cawan berpenutup rapat | 2-8 °C | 2 minggu |
Media cair atau agar di tabung dengan tutup renggang | 2-8 °C | 2 minggu |
Media cair atau agar di tabung dengan tutup-ulir yang rapat | <30 °C | 3 bulan |
Media agar di cawan berpenutup renggang dalam plastik tertutup | 2-8 °C | 2 minggu |
Media agar dengan jumlah besar di botol atau labu berpenutup rapat | 2-8 °C | 3 bulan |
Selain itu jika media yang telah disimpan berkurang beratnya lebih dari 10% akibat penguapan maka sebaiknya tidak digunakan. Penentuan ini dilakukan dengan menimbang 10 % sampel media dari satu batch pembuatan setelah sterilisasi kemudian ditimbang lagi sebelum digunakan (APHA, AWWA, & WEF SM 9020, 2005, hal. 15).
Terdapat juga bahan pada media yang dapat berubah menjadi beracun ketika terpapar cahaya seperti beberapa pewarna (dye). Dengan alasan inilah terdapat petunjuk penyimpanan media pada keadaan gelap (Corry et al., 2003, hal. 388). Media yang telah jadi sebaiknya disimpan dalam suatu kemasan yang berguna untuk meminimalkan kehilangan air dalam media agar, melindungi dari cahaya dan juga melindungi dari kontaminasi. Secara umum plastik tahan panas cocok untuk membungkus media cawan yang tidak peka cahaya. Pada keadaan terbungkus inilah media dapat disimpan atau dipindahkan keluar dari kondisi aseptik. Media padat yang disimpan terlalu lama pada suhu ruang akan kehilangan kadar airnya sehingga media semakin mengeras, menipis, pecah-pecah. Jika kehilangan semua air maka media ini akan menjadi kerak di cawan petri. Penyimpanan pada suhu refrigerator sesuai persyaratan diatas akan lebih mempertahankan kandungan air dalam media agar.
APHA, AWWA, & WEF SM 9050 (2000) memberikan petunjuk bahwa penyimpanan media cair di tabung fermentasi (tabung reaksi) pada suhu rendah di refrigerator dimungkinkan akan menghasilkan gelembung gas saat diinkubasi pada suhu 35 ºC. Oleh karena itu, sebaiknya tabung diinkubasi terlebih dahulu semalaman sebelum digunakan. Pilihan lainnya yaitu tabung disimpan pada suhu 25 ºC tetapi tidak melebihi waktu penyimpanan 2 minggu. Media yang kehilangan air melebihi 1 mL karena penguapan sebaiknya tidak digunakan (hal. 9.18).
Uji sterilitas diperlukan untuk menjamin kesterilan media yang akan digunakan. APHA, AWWA, & WEF SM 9020 menyarankan minimal dilakukan uji ini sebanyak satu botol setiap batch atau diatur persentasenya diantara 1-4% pengambilan sampel (hal. 10). Pengecekan sterilitas media siap pakai dapat mengacu kepada tabel sterility testing yang disarankan oleh Andrews et al. (2004) untuk melakukan pengujian kualitas media.
Tabel 4. Uji sterilitas untuk menguji kualitas media. Diadaptasi dari “Guidelines for Assuring Quality of Food and Water Microbiological Culture Media”, oleh Andrews et al., 2004, hal. 7.
Suhu uji/penyimpanan inkubasi | Waktu minimum uji sterilitas |
4-8 °C
20-25 °C 35-37 °C |
10-14 hari
2-5 hari 48-72 jam |
Indra Pradhika, 2019
Referensi :
Andrews, S., Traynor, P., Scholtes, A., Anderson, J., Shepherd, N. & Tan, A. (2004). Guidelines for assuring quality of food and water microbiological culture media, culture media special interest group australian society for microbiology. Australian Society for Microbiology. Diperoleh dari: http://theasm.org.au/assets/ASM-Society/Guidelines-for-Assuring-Quality-of-Food-and-Water-Microbiological-culture-media-2nd-edition-2014-FINAL-Dec-2015-iii.pdf
APHA, AWWA & WEF Standard method for examination of water and wastewater 9020: Quality Assuance / Quality Control. (2005).
APHA, AWWA & WEF Standard method for examination of water and wastewater 9050: Preparation of culture media. (2000).
APHA, AWWA & WEF Standard method for examination of water and wastewater 9030: Laboratory apparatus. (2004).
Atlas, R. M. (2010). Handbook of microbiological media (Edisi ke-4). New York: CRC Press.
Barker, K. (1998). At the bench, a laboratory navigator. New York, Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Barrow, G. I. & Feltham, R. K. A. (1993). Cowan and Steel’s, manual for the identification of medical bacteria. New York: Cambridge University Press.
Basu, S., Pal, A. & Desai, P. K. (2005). Quality control in culture media in a microbiology laboratory. Indian Journal of Medical Microbiology, Vol. 23, Issue 3, 159-163. doi: 10.4103/0255-0857.16586
Corry, J. E. L., Curtiss, G. D. W. & Baird, R. M. (2003). Handbook of culture media for food microbiology (Vol. 35). Amsterdam: Elsevier.
IANZ AS LAB C1 Spesific criteria for accreditation, Biological testing. (2008). International Accreditation New Zealand. Diperoleh dari: http://www.ianz.govt.nz/wp-content/uploads/2012/05/AS_LAB_C11_Reference_Materials_Producers.pdf
ISO 7218:2007(E) Microbiology of food and animal feeding stuffs – General requirements and guidance for microbiological examinations. (2007).
ISO 8199: 2005 Water quality — General guidelines on the enumeration of microorganisms by culture. (2005).
ISO/TS 11133-1 Microbiology of food and animal feeding stuffs — Guidelines on preparation and production of culture media — Part 1: General guidelines on quality assurance for the preparation of culture media in the laboratory. (2009).
Pirt, S. J. (1966). A kinetic study of the mode of growth of surface. J. gen. Microbiol, 47(2), 181-197. doi: 10.1099/00221287-47-2-181
Prescott, L. M., & Harley, J.P. (2002). Laboratory exercises in microbiology (Edisi. ke-5). New York: McGraw-Hill Companies
Materinya sangat bagus untuk yang beraktifitas dilaboratorium mikrobiologi menambah pengetahuan dan kompetensi.
ini persyaratan secara umum
jika ingin berdonasi bagaimana caranya?
Saya sangat mengucapkan terimakasih atas inisiatif ibu/mbak. Akan saya tindaklanjuti dengan email.
terimakasih telah menyediakan informasi yang akurat sehingga saya dapat terbantu.. terimakasih banyak