Studi Kasus Perhitungan Koloni

Terkadang berbagai metode baku enumerasi mikroorganisme tidak memberikan petunjuk yang memuaskan ketika seseorang dihadapkan pada permasalahan perhitungan yang sangat spesifik dan tidak biasa yang disebabkan oleh keterbatasan teknik plate count. Keadaan ini mungkin dijumpai pada saat analisis sampel sehari-hari atau untuk keperluan riset. Berikut beberapa contoh permasalahan yang timbul di lapangan dan saran jalan keluarnya.

Contoh kasus 1

Terdapat suatu sampel jus buah 200 mL hasil pasteurisasi dengan perkiraan jumlah mikroorganisme yang sangat sedikit per botolnya. Bagaimana cara yang paling tepat untuk mengetahui jumlah pasti mikroorganisme jika diharuskan untuk dilaporkan jumlah per botolnya?

Permasalahan :

Sampel mengandung partikel buah hasil pencacahan yang sangat banyak sehingga jika memilih metode lain seperti filtrasi membran menjadi tidak mungkin dilakukan. Sedangkan jika digunakan teknik spread plate maka volume inokulum yang digunakan sangat sedikit.

Sampel diperkirakan mengandung jumlah mikroorganisme yang sangat sedikit (misalnya <5 CFU) per botolnya.

Solusi :

Sampel dianalisis menggunakan teknik pour plate yang diperbesar volume inokulumnya menjadi 5 mL. Ditanam pada medium spesifik sesuai metode yang diacu untuk bakteri target (misalnya sampel jus jeruk pada media Orange Serum Agar untuk Lactic Acid Bacteria). Penanaman dilakukan pada cawan dalam jumlah besar sampai volume dalam botol habis. Dengan cara ini diharapkan sedikit koloni yang tumbuh dari sel yang mampu bertahan saat pasteurisasi akan terdeteksi. Kelemahannya adalah risiko kontaminasi yang tinggi karena besarnya luas permukaan media.

Metode lainnya adalah presence/absence yaitu dengan memberikan medium yang cocok ke dalam botol tersebut untuk mempercepat pertumbuhan. Namun metode ini tidak dapat mengetahui jumlah secara kuantitatif. Pertimbangan saat memakai cara ini adalah jika jumlah mikrob setiap botol diperkirakan mendekati LOD.

Gambar 1. Penanaman seluruh sampel (200 mL) ke dalam banyak cawan untuk mendeteksi beberapa mikroorganisme per botolnya. Hasil ilustrasi menunjukkan terdapat 4 CFU/ 200 mL. Diambil dari dokumentasi pribadi.

Studi kasus diatas merupakan salah satu contoh meng-adjust metode sesuai kebutuhan. Sebagai perbandingan, terdapat metode baku dengan sampel yang mirip yang dapat ditemui pada ISBT (International Society of Beverages Technologist). ISBT (2004) dalam prosedur testing non-filterable beverages menyarankan memakai inokulum 10 mL yang ditanam pada masing-masing cawan dengan diameter 150 mm dan dicampur dengan media Malt Extract Agar sebanyak 40-45 mL. cawan kemudian diinkubasi 25 °C selama 120 jam. Hasil dilaporkan dari rataan dua cawan tersebut per 10 mL sampel (hal. 35).

Contoh kasus 2

Suatu acuan yang didapatkan dari SNI 7388 (2009) mengenai kategori sari buah mensyaratkan jumlah Coliform maksimal sebanyak 20 CFU/mL.

Jika suatu analisis Coliform menghasilkan data a: 50 CFU/5 mL dan b: 1 CFU/ 0,1 mL, apakah hasil tersebut memenuhi syarat acuan?

Permasalahan :

Pembagi dalam data hasil uji dan acuan tidak sama. Jika disamakan (dikali dan dibagi faktor pembagi) maka akan menjadi a: 10 CFU/mL (lebih rendah) dan b: 10 CFU/mL (lebih rendah). Apakah operasi matematika dapat diterapkan dalam data jumlah mikroorganisme tersebut?

Gambar 2. Gambaran perumpamaan distribusi normal dari kemungkinan data perulangan jumlah Coliform saat diambil sebanyak 5 mL, 1 mL dan 0,1 mL. Diambil dari dokumentasi pribadi.

Solusi :

Jika dilihat pada gambar diatas, maka semakin besar volume yang diuji menunjukkan semakin akurat hasil yang didapatkan karena kemungkinan terdeteksi akan lebih besar saat terambil secara random. Semakin kecil volume maka angka yang dihasilkan semakin tidak pasti. Misalnya, beberapa kali pengambilan sampel 0,1 mL terkadang didapatkan 1 koloni, 2 koloni atau tidak ada pertumbuhan. Hal ini juga belum diperhitungkan mengenai aspek keacakan berdasarkan tipe sel mikroorganisme, misalnya bergerombol atau tersebar.

Jika batas acuan cemaran mensyaratkan dengan satuan CFU/10 mL maka metode harus disesuaikan supaya menghasilkan satuan akhir seperti itu. Namun jika tidak memungkinkan maka lebih baik jangan mengubah (mengalikan) dari faktor pembagi kecil ke besar (1 CFU/0,1mL menjadi 10 CFU/mL). Tindakan ini terlalu berisiko karena perbedaan kecil saja dapat melipatgandakan hasil pengkalian.

Faktor pembagi yang lebih besar dapat meningkatkan kemungkinan analit terdeteksi sehingga saat dibagi (50 CFU/5mL menjadi 10 CFU/mL) menjadi lebih akurat. Namun masalah akan muncul jika analit mendekati batas LOD. Dimana saat harus dilakukan pengubahan dari 2 CFU/5mL menjadi 0,4 CFU/mL. Di dalam mikrobiologi sangat dihindari jika menuliskan dalam laporan dengan jumlah bakteri dalam bilangan pecahan desimal karena satu sel hidup tidak dapat dibagi lagi. Lagipula, aturan pembulatan hasil hanya digunakan pada saat menemukan tiga angka penting pada proses perhitungan koloni.

Gambar 3. Sebaran ‘sel’ pada suatu volume tertentu dengan konsentrasi yang berbeda. Terdapat ketidakakuratan yang tinggi saat membagi dari faktor pembagi tinggi ke rendah dengan angka mendekati LOD. Diambil dari dokumentasi pribadi.

Jadi sebaiknya tidak disarankan untuk mengubah nilai berdasarkan faktor pembaginya. Namun jika tetap dipaksakan contoh data a (50 CFU/5 mL) lebih dapat diterima jika dikonversi menjadi 10 CFU/mL dibandingkan data b (1 CFU/0,1 mL).

Kasus yang kurang lebih sama adalah dimana saat ditemukan acuan batas negatif/50g sedangkan hasil yang didapatkan dari suatu analisis adalah negatif/25g. Dapat dimungkinkan jika sampel diperbesar (50 g) hasil berubah menjadi positif.

Sutton (2006) dalam tulisannya menyarankan untuk menanam inokulum dengan pengulangan pada beberapa cawan, misalnya menanam 10 kali 1 mL pada 10 cawan berbeda. Pengulangan ini tidak dapat dilaporkan sebagai total 10 mL telah ditanam karena akan mengabaikan eror yang ditimbulkan dari banyak pengulangan tersebut seperti plating error, incubation error dll. Interpretasi yang benar adalah telah ditanam 1 mL sebanyak 10 kali bukan ditanam 10 mL sekali (dari penambahan 1 mL × 10) kemudian hasilnya dapat dirata-ratakan (hal. 5).

Jika argumentasi diatas digunakan untuk kasus 2 maka sebaiknya jangan mengubah 1 CFU/0,1 mL menjadi 10 CFU/mL karena tingkat kesalahannya akan menjadi besar yang bersumber dari berbagai macam eror analisis tersebut. Bila menginginkan hasil akhir CFU/mL maka inokulum yang ditanam harus dengan jumlah yang sama yaitu 1 mL.

Contoh kasus 3

Jika suatu batas acuan mensyaratkan <100 CFU/g sedangkan metode yang digunakan memiliki batas penanaman minimum pada pengenceran 1/100 (pengenceran 1/10 tidak dapat ditanam mungkin karena terlalu kental atau sebab lainnya) maka apa yang sebaiknya harus dilakukan ?

Permasalahan :

Kejadian seperti ini dapat dijumpai pada pour plate dengan sampel yang sangat kental pada pengenceran 1/10 atau penanaman menggunakan dry rehydratable film method untuk sampel padatan. Seringkali cawan pada pengenceran 1/10 tidak dapat dibaca atau dilakukan penanaman sehingga data hanya diperoleh dari pengenceran 1/100 ke atas. Sedangkan bila diperoleh 1 koloni dari setiap dua cawan pada pengenceran 1/100 maka didapatkan hasil perhitungan 100 CFU/g. Angka ini tidak akan bisa lebih kecil dari 100 jika tidak didapatkan nol koloni pada cawan tersebut.

Gambar 4. Bagan penjelasan dan penyebab tingkat pengenceran 1/10 tidak dapat diketahui. Diambil dari dokumentasi pribadi.

Solusi :

Pilih metode lain yang lebih cocok misalnya MPN. MPN dapat mengatasi kekurangan pada pembacaan dari pengenceran 1/10 karena interpretasi hasil pertumbuhan tidak berdasarkan koloni (jika sampel masih tetap mudah untuk diambil dengan pipet pada pengenceran 1/10).

Pilihan kedua adalah pada pengenceran pertama diencerkan dengan perbandingan lebih besar sampai sampel tersebut dapat dibaca atau cukup encer. Misalnya, semula 1:9 menjadi 1:18 atau 1:27. Hasil akhir yang didapat dibagi berdasarkan perbandingan pengenceran tersebut. Hal ini akan cukup memperbesar LOD. Pilihan ini adalah cara yang sama disarankan oleh ISO 6887-1 (1999) yaitu dengan menambahkan volume diluent pada pengenceran pertama (hal. 4)

Jika pilihan kedua tersebut diatas tidak dapat dilakukan karena suatu alasan maka tetap memperhatikan data yang didapatkan dari cawan yang menghasilkan koloni 1 atau 0 tersebut. Dalam kasus yang serupa, Hussong dan Madsen (2004) dalam Sutton (2006) menyarankan untuk melihat dan membandingkan dengan ambang batas CFU pada ruangan aseptik. Banyak syarat keberterimaan ruang aseptik dibawah tingkat deteksi metode plate count (misalnya 1-2 CFU/m3), sedangkan data yang didapatkan dimungkinkan sangat bervariasi. Data tersebut juga tidak membentuk kurva distribusi normal karena angka yang didapatkan dapat 0, 1 atau 2 dan sebagian besar data adalah 0 CFU/m3. Mereka menyimpulkan bahwa ketika angka yang didapat tidak dapat dipercaya maka pertimbangan atau keputusan yang dibuat hanya dapat berdasarkan trend/kecenderungan kumpulan data (hal. 10).

Hasil analisis tunggal (walaupun keluar dari ambang batas) tidak dapat digunakan sebagai penentu dapat diterima atau ditolaknya suatu sampel. Misalnya satu batch produk minuman dengan pengisian aseptik tidak dapat di-hold jika data ruang aseptik hanya pada hari kamis saja yang melebihi batas acuan. Pernyataan tersebut jika diaplikasikan pada kasus 3 akan membuat data tunggal yang dihasilkan tidak diperhitungkan karena akurasinya sangat rendah. Data yang menjadi pertimbangan utamanya adalah kumpulan kecenderungan data tersebut pada beberapa waktu tertentu, misalnya dalam beberapa kali pengujian atau beberapa bulan. Pernyataan sampel tidak dapat diterima karena mengandung >100 CFU/g membutuhkan berkali-kali pengujian yang secara konstan atau dominan menunjukkan angka 1 koloni atau lebih pada pengenceran 1/100 atau dengan kata lain harus dilakukan banyak pengulangan analisis untuk menyimpulkannya.

Contoh kasus 4

Suatu sampel bervolume 100 mL diperkirakan mengandung kultur murni 100 CFU. Cara inokulasi pertama (a) adalah mempipet 10 mL kemudian ditanam ke dalam agar sedangkan cara kedua (b) mengencerkan terlebih dahulu dengan perbandingan 10:90 kemudian ditanam dengan inokulum 100 mL. Teknik yang digunakan menggunakan filtrasi membran. Manakah diantara kedua cara ini yang paling akurat?

Permasalahan:

Apakah jumlah volume inokulum mempengaruhi keakuratan hasil analisis mengingat jumlah koloni yang akan didapatkan adalah relatif sama ?

Gambar 5. Ilustrasi perbandingan penanaman menggunakan volume 1 mL dan 100 mL dari pengenceran 1/10 dengan jumlah mikroorganisme awal yang sama. Metode penanaman menggunakan filtrasi membran. Diambil dari dokumentasi pribadi.

Solusi :

Pada gambar bagian 1a dan 2a sampel ditanam langsung, sedangkan 1b dan 2b sampel ditanam dengan jalan memutar yaitu diencerkan terlebih dahulu lalu ditanam dengan volume yang lebih besar (100 mL).

Analisis sederhana dapat memperkirakan bahwa perulangan koloni yang diperoleh akan lebih seragam dan konsisten untuk cara b sedangkan untuk a relatif memiliki penyimpangan yang lebih besar karena error pemipetan. Beberapa praktisi menyarankan cara b tersebut. Namun jika dicermati sebenarnya kemungkinan sel (analit) terambil secara acak adalah sama karena pada cara b sampel tetap diambil 10 mL kemudian ditanamkan seluruhnya (100 mL) sama halnya dengan cara a sehingga pola penyebaran data koloni pada cawan dari kedua cara tersebut seharusnya relatif sama. Besarnya volume inokulum yang ditanam tidak berpengaruh terhadap keakuratan pada kasus ini. Titik krusial terdapat pada saat pempipetan dari sampel sebesar 10 mL. Analit dengan jumlah <LOQ pun menghasilkan probabilitas terambil yang sama baik di kedua cara diatas (tentu dengan variasi data yang tinggi). Namun sayangnya belum ditemukan suatu data penelitian yang mendukung pendapat ini.

Lain halnya jika kedua cara memiliki volume pipet awal dari sampel yang berbeda seperti pada gambar dibawah ini. Kemungkinan besar data yang didapatkan untuk cara b adalah lebih seragam yang digambarkan dengan kurva distribusi Poisson yang lebih menyempit dibandingkan cara a. Jadi yang menjadi perhatian penting pada kasus ini adalah bukan pada volume inokulum yang ditanam, melainkan pada besaran volume yang digunakan saat pengambilan analit pada sampel.

Jarvis (2008) menyatakan bahwa secara normal dapat diasusmsikan penyebaran CFU dari inokulum pada cawan mengikuti distribusi Poisson. Inokulum kultur bakteri murni umumnya tetap mengikuti distribusi Poisson tetapi untuk kultur campuran mungkin akan terjadi penyimpangan dari pola distribusi tersebut (hal. 128).

Gambar 6. Penanaman yang menghasilkan satu koloni dalam satu cawan dengan cara dipipet langsung (a) dan dengan jalan diencerkan terlebih dahulu (b). Cara b memberikan hasil data yang lebih akurat karena analit memiliki kesempatan lebih besar terambil oleh pipet meskipun hasil akhir relatif sama. Metode penanaman ke cawan menggunakan filtrasi membran. Diambil dari dokumentasi pribadi.

Penghindaran terhadap kesalahan pengukuran yang lebih besar dapat dilakukan dengan mengikuti saran dari FDA BAM Ch.1 (2003) yaitu tidak memindahkan volume cairan kurang dari 10% dari volume total pipet (bag. G). Misalnya untuk mentransfer cairan 0,1 mL jangan menggunakan pipet ukur lebih dari 1 mL (maksimal) yaitu 5 mL atau 10 mL. Cara lainnya adalah dengan mengkalibrasi pipet dan alat ukur volume diluent secara berkala.

Indra Pradhika, 2018

Referensi

FDA-BAM Chapter 1, Food Sampling and preparation of sample homogenate. (2001). Diperoleh dari: www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/LaboratoryMethods/ucm063335.htm

Hussong, D., Damaré, J. M. Weiner, R. M. & Colwell, R.R. (1981). Bacteria associated with false-positive most-probable-number Coliform test results for shellfish and estuaries. Appl Environ Microbiol 41 (1), 35–45. Abstrak diperoleh dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7013700

International Society of Beverages Technologist. (2004). Microbiological Testing of Non-filterable Beverages by Pour Plate to Detect Yeast, Mold, and Aciduric Bacteria. Minnesota: ISBT.

ISO 6887-1:1999 Microbiology of food and animal feeding stuffs – Preparation of test samples, initial suspension and decimal dilutions for microbiological examination – Part 1: General rules for the preparation of the initial suspension and decimal dilution. (1999).

SNI 7388: 2009 Batas maksimum cemaran mikroorganisme dalam pangan. (2009). Diperoleh dari: http://sisni.bsn.go.id/index.php/sni_main/sni/detail_sni/9806